Minggu, 06 Januari 2013

Sejarah koperasi Indonesia

           Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh system kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
           Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerusmengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyatsangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah daratturut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidakjarang terpaksa melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
Di Indonesia, ide-ide perkoperasian diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
- Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
- Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
- Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
- Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa derah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan   penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.

Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya.
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
1.    mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
2.    menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi
3.    menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi
Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
1.    kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
2.    pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
3.    pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah
Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :
1.    menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
2.    memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3.    memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil.
Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan  mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalurkan bantuan berupa kredit melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fungsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.

    Perkembangan koperasi Di Indonesia

          Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed
1964, h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai
sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik
dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada
kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan
koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada
kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki
beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih
dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi
bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan
penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih
di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam.
Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping
banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya (Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau
mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah
dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf
Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika
ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari
cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah
dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam
yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung
dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908
menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian
pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi
yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di
Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan
kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia
Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi
suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam
hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi
antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
dan di samping itu diperlukan biaya meterai 50 gulden.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di
mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5
anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan
akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan
Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan
berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat
dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di
Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada
tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H.
Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Bumi Putera untuk berkoperasi.
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang
bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ).
Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927
di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang
juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan
kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam
koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930
didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia
mengenai seluk beluk perdagangan;
b. dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
penerangannya;
c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang
menyangkut perusahaan-perusahaan;
d. penerangan tentang organisasi perusahaan;
e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia
( Raka.1981,h.42)
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920
ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad
no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915.
Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan
golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu
berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing.

SUMBER :

·         http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=22&Itemid=34



Tidak ada komentar:

Posting Komentar